Selasa, 11 September 2012

Jihad Melawan Separatis


Forum Umat Islam (FUI) dalam pernyataan yang disampaikan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jumat (23/11/2011) menyatakan akan menyerukan kepada seluruh laskar Islam untuk berjihad mempertahankan bumi Islam, Papua (Nuu Waar). Pernyataan itu keluar karena  sampai sekarang negara dinilai tidak berani menggunakan hard power untuk menumpas gerakan separatis, baik Republik Maluku Selatan (RMS) maupun Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Bagaimana sesungguhnya syariat Islam memperlakukan para pengacau keamanan itu?. Doktor Muhammad Khoir Haikal dalam kitab Al-Jihad wal Qital fi Siyasah Syar’iyah menjelaskan bahwa negara dapat menggunakan kekuatan militer untuk menumpas mereka. Status perang melawan para pembangkang/pengacau keamanan (Quththa’ at-Thariq au al-Hirabah) itu juga termasuk jihad. Pasukannya disebut mujahidin dan jika tewas dalam peperangan mereka disebut syahid (syuhada). Apalagi jika para pembangkang itu adalah orang kafir, maka status jihadnya adalah memerangi kaum kafir untuk menjunjung tinggi kalimat Allah (li ila’i kalimatilLah).

Yang dimaksud dengan pembangkang/pengacau keamanan (Quththa’ at-Thariq au al-Hirabah) di sini adalah kelompok teroris, baik Muslim, kaum murtad maupun ahlu dzimmah; yang mereka memilih memisahkan diri dengan menggunakan kekuatan dan senjata yang mereka miliki dengan tujuan merampas, menjarah, membunuh, menteror dan menebarkan ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Mereka berada di luar kota, di kampung-kampung, gunung-gunung atau dimana saja yang jauh dari pengamanan atau sulitnya pertolongan datang dengan segera.

Sebelum diperangi, para muharibin itu harus diseru terlebih dahulu untuk meletakkan senjata dan menyerahkan diri mereka melalui nasehat dan peringatan. Jika mereka taat, akan dibebaskan tetapi jika membangkang harus diperangi. “Negara wajib mengirimkan satuan tempur untuk memerangi mereka serta menghancurkan kekuatan mereka terhadap kaum Muslim.”, tulis Khoir Haikal.

Setelah dilakukan penangkapan atau mereka menyerah sebelum ditangkap, maka hukuman atas mereka seperti ditulis Doktor Abdurahman al-Maliki dalam kitab Nidzamul Uqubat adalah dikenai ta’zir. Hukuman bagi yang melakukan perlawanan dengan motif melakukan perang sipil atau membuat fitnah di antara masyarakat, maka kepada mereka dikenai sanksi penjara mulai 3 tahun sampai 20 tahun. Sanksi diperbolehkan sampai batas hukuman mati dan salib. Sementara bagi orang yang melakukan aktivitas teror dan mengakibatkan goncangan keamanan/instabilitas keamanan di tengah masyarakat/menyebabkan terhentinya aktivitas masyarakat maka pelakuknya dikenakan sanksi 6 bulan hingga 5 tahun penjara. Wallahua’lam bishshawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar